Pergi ngeliat gunung, pulang ngeliat laut, sore jalan kepantai menikmati sunset.. Itulah hari yang gua alami sepanjang SD sampai SMP. Waktu itu rasanya biasa aja. Tidak ada yang lebih. Toh sampai kapan pun gunung tetap disitu dan matahari pasti terbenam di garis pantai sana. Kalau gunung gelap dan berangsur diselimuti kabut tebal, petanda akan hujan. Kalau langit cerah, petanda sunset akan jernih. Kalau mau lihat tinggal jalan kaki menuju pantai. Duduk di dermaga menyaksikan langit putih berangsur gelap secara perlahan. Menguning dan semakin memerah. Sementara angin yang bertiup semakin dingin. Diiringi suara deburan ombak yang memecah dipantai, derap langkah orang-orang pulang kerumahnya masing-masing. Semakin cahayanya menghilang, langit semakin memerah dan akhirnya gelap. Berganti dengan cahaya lampu-lampu rumah sepanjang pinggir pantai. Orang dirumah menunggu keluarganya pulang dari melaut dengan membawa hasil tangkapan untuk dijual dipasar atau untuk kehidupan sehari-hari. Warna laut semakin gelap. Dan akhirnya yang terlihat hanya bagian dermaga yang disinari lampu penerangan. Saat itu aku harus beranjak pulang. Puas menyaksikan senja, gunung dan suasana laut.
Semuanya adalah biasa. Sampai sekarang, saat aku menyadari bahwa semua itu adalah keindahan yang tak ternilai. Segala sesuatu menjadi berharga saat tidak ada. Demikianlah sekarang. Saat gua tidak bisa lagi dengan mudah dan rutin menyaksikan gunung saat berangkat dan laut saat pulang. Semua itu tidak ada di kota ini ! Neh gua kasih gambar gunung Tanggamus yang agak cerah. Karena belakangan ini jarang terlihat cerah. Apalagi untuk melihat puncaknya. Hampir selalu diselimuti kabut. Coba salju ya, kan keren. (yang ada awannya itu di foto dari pasar)
Name: Jana Home: bandarlampung, Lampung, Indonesia About Me: Huaahaha, fotonya serem ya? ini lagi jajal helm model tengkorak di emol. See my complete profile
Template by Isnaini Dot Com